Jakarta,R-Semeru.com -- Program unggulan pemerintah pusat bertajuk Makan Bergizi Gratis (MBG), yang bertujuan menjamin hak dasar anak Indonesia atas pangan sehat, kini berada di bawah sorotan tajam publik. Insiden keracunan massal yang menimpa ratusan siswa SMP Negeri 35 Bandung bukan hanya mengguncang kota, tetapi juga menggugah kesadaran nasional akan pentingnya kehati-hatian dalam pelaksanaan kebijakan publik berbasis gizi.
Sebanyak 342 siswa dan 2 guru dilaporkan mengalami gejala keracunan usai menyantap paket makan siang MBG. Menu yang disajikan saat itu meliputi nasi putih, makaroni saus jamur, kakap krispi, tempe barbeque, sayur campur, dan buah melon. Gejala yang dikeluhkan meliputi mual, muntah, diare, nyeri perut, pusing, dan demam. Beberapa siswa juga mengaku mencium bau serta rasa yang tidak biasa dari hidangan tersebut.
Reaksi Cepat Pemerintah Daerah dan Tim Medis
Petugas medis dari Dinas Kesehatan Kota Bandung segera bergerak cepat dengan melakukan penanganan di lokasi kejadian dan mengarahkan sebagian siswa untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Sampel makanan langsung dikirim ke laboratorium untuk diuji, sementara dapur milik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyuplai makanan ke empat sekolah, termasuk SMPN 35, ditutup sementara untuk proses investigasi.
“Keselamatan Anak Adalah Prioritas Utama”
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden ini. Dalam keterangannya kepada media, ia menegaskan bahwa keselamatan dan kesehatan anak-anak adalah prioritas utama. BGN, kata Dadan, telah menerjunkan tim investigasi ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan bukti, termasuk sampel makanan dan bahan mentah yang digunakan dalam penyediaan menu MBG.
“Menyikapi munculnya kasus serupa di beberapa wilayah, kami menegaskan komitmen BGN untuk mengusut secara tuntas penyebabnya dan melakukan peninjauan menyeluruh guna mencegah terulangnya kejadian serupa”, ujar Dadan dalam keterangan resminya, Sabtu (3/5/2025).
Ia menambahkan bahwa kolaborasi lintas pihak dibutuhkan, mulai dari satuan pendidikan, ahli gizi, penyedia makanan, hingga institusi pengawasan mutu. “Kami memastikan seluruh proses, baik pengolahan maupun distribusi, telah sesuai dengan standar operasional. Namun penelaahan mendalam tetap diperlukan untuk memastikan titik kritis masalah”
Langkah Peninjauan dan Pengetatan Prosedur Distribusi
Sebagai bentuk tanggung jawab, BGN menyatakan telah memerintahkan evaluasi menyeluruh terhadap dapur SPPG. Proses ini mencakup pelatihan ulang terhadap petugas dapur, peninjauan ulang sistem penyimpanan bahan makanan, serta peningkatan pengawasan mutu. Tak hanya itu, seluruh rantai pasok dari hulu hingga hilir kini berada dalam pengawasan ketat guna memastikan makanan yang dikonsumsi siswa benar-benar aman.
Dadan menyampaikan bahwa sistem distribusi MBG akan diperketat dengan prosedur baru berbasis standar keamanan pangan nasional. Semua proses harus memenuhi persyaratan ketat agar tidak terjadi lagi kejadian serupa di wilayah lain.
Saat Program Bergizi Berubah Menjadi Krisis Kepercayaan
Insiden di Bandung bukan sekadar kecelakaan distribusi makanan, tetapi mencerminkan potensi kegagalan sistemik. Ketika program yang dirancang untuk menjaga kesehatan justru membahayakan anak-anak, maka perlu diselidiki menyeluruh: apakah terdapat kontrol mutu yang memadai ? Apakah tenaga dapur memiliki pelatihan dan lisensi higienis ? Apakah distribusi makanan terjaga dari titik produksi hingga penyajian ?
Ini bukan semata isu teknis dapur, tetapi ujian besar terhadap tata kelola kebijakan sosial nasional. Oleh sebab itu, pembentukan sistem audit independen, keterlibatan ahli gizi profesional di setiap unit produksi, hingga digitalisasi pelacakan distribusi makanan menjadi kebutuhan mendesak.
Momentum Menata Ulang Sistem Gizi Nasional
Kejadian ini harus menjadi titik balik. MBG adalah program vital demi terwujudnya SDM unggul Indonesia, namun pelaksanaannya harus profesional, adaptif, dan berbasis kualitas. Sistem yang terburu-buru dan seragam justru berisiko mencederai tujuan utamanya.
Badan Gizi Nasional mesti menjadi teladan dalam penataan ulang sistem ini: bukan hanya menjamin anak-anak menerima makanan bergizi, tetapi juga makanan yang aman, sehat, dan bermartabat. Kepercayaan publik hanya dapat dibangun dengan transparansi, akuntabilitas, dan kesungguhan dalam menjaga masa depan generasi bangsa.
Kontributor : Ari Supit