Lumajang,R-Semeru.com – Polemik pungutan di sekolah kembali mencuat. Kali ini terjadi di SMPN 1 Randuagung, Kabupaten Lumajang, yang diduga melanggar aturan terkait permintaan sumbangan siswa.
Dalam rangka memperingati HUT RI ke-80, SMPN 1 Randuagung mengadakan berbagai kegiatan lomba yang diselenggarakan oleh SMPN 1 Randuagung. Namun karena keterbatasan anggaran, pihak sekolah bersama komite sepakat meminta sumbangan sebesar Rp.150 ribu per siswa untuk membiayai kegiatan tersebut.
Kepala Sekolah SMPN 1 Randuagung, Okto Herry Mulyono, saat dikonfirmasi media membenarkan adanya penarikan sumbangan tersebut.
“Benar, sekolah meminta sumbangan kepada siswa. Tapi mekanismenya sudah sesuai prosedur, melalui keputusan rapat dengan komite sekolah,” jelas Okto Harry Mulyono pada wartawan, Kamis (21/8/2025), di kantornya.
Namun, kebijakan ini dinilai menyalahi aturan. Sebab dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pada Pasal 12 ditegaskan bahwa komite sekolah dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik maupun orang tua/wali murid.
Permendikbud tersebut hanya memperbolehkan komite sekolah melakukan penggalangan dana dalam bentuk sumbangan sukarela atau bantuan pihak ketiga, bukan pungutan wajib.
Perbedaan antara sumbangan dan pungutan pun sangat jelas:
Sumbangan bersifat sukarela, tidak wajib, besaran rupiah tidak ditentukan, dan tidak ada batas waktu pembayaran.
Pungutan sebaliknya, besaran rupiah ditentukan, berlaku untuk semua siswa, ada batas waktu pelunasan, serta bersifat wajib.
Dengan adanya keputusan komite SMPN 1 Randuagung menarik dana sebesar Rp.150 ribu/siswa, praktik tersebut masuk kategori pungutan, bukan sumbangan, sehingga bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya mengaku terpaksa membayar karena khawatir anaknya mendapat perlakuan berbeda.
"Mau tidak mau harus bayar, takut nanti anak saya kena sanksi atau malu kalau sampai tidak ikut. Padahal serba berat, kondisi ekonomi sekarang lagi sulit,” keluhnya.
Kasus ini kembali menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan antara sumbangan dan pungutan. Celah inilah yang kerap dimanfaatkan oleh komite maupun pihak sekolah untuk melakukan penarikan dana dengan dalih kesepakatan bersama.
Jika tidak ada pengawasan tegas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Lumajang maupun Inspektorat, praktik pungutan berkedok sumbangan ini dikhawatirkan akan terus berulang di sekolah-sekolah, terutama saat momen kegiatan besar seperti HUT RI maupun PPDB.
Reporter : bas & tim