-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Nobar Film Cyberbullying di Sekolah-Sekolah Lumajang Menuai Banyak Kritik, Siswa Diwajibkan Beli Tiket Rp. 25 Ribu

Wednesday, 8 October 2025 | 19:58 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-08T13:41:17Z

 


Lumajang,R_SEMERU.COM - Nobar film Cyberbullying oleh siswa di sekolah-sekolah Lumajang menuai banyak kritikan dari pemerhati pendidikan dan orang tua siswa. 


Meski hanya imbauan dari pemerintah, siswa justru "diwajibkan" beli tiket Rp. 25 ribu. Banyak yang mengatakan ini edukasi digital atau bisnis terselubung?.


Di atas kertas, kegiatan nonton bareng (nobar) film bertema cyberbullying oleh siswa-siswi, khususnya SMP di Lumajang tampak seperti langkah yang cerdas, edukatif, kontekstual, dan relevan dengan zaman.

Namun, di balik layar, publik mencium aroma lain, yaitu bau komersialisasi pendidikan yang semakin kuat.


Bagaimana tidak, siswa “dianjurkan” menonton, tetapi faktanya terkesan diwajibkan. Tiket seharga Rp25 ribu dijual dengan alasan agar siswa dapat membuat sinopsis film sebagai tugas sekolah.

"Pertanyaannya, sejak kapan tugas belajar harus dibayar dengan tiket masuk bioskop, " ujar Dodik Suprayitno ketua LP-KPK Lumajang 



Lebih lanjut ketua LP-KPK mengatakan, padahal dari pihak Kominfo, Kemen PPPA, hingga KPAI, tidak ada satu pun regulasi yang mewajibkan nobar ini. Pemerintah hanya memberi imbauan, bukan instruksi wajib, apalagi berbasis transaksi.

"Namun imbauan yang seharusnya bersifat sukarela ini mendadak berubah menjadi semacam “kewajiban” di lapangan," tegas ketua LP-KPK, Rabo (8/10/2025). 


Beberapa wali murid dengan nada getir menuturkan bahwa anak-anak mereka takut tidak ikut, khawatir nilainya dikurangi.



"Kalau tidak nonton, katanya tidak bisa bikin tugas sinopsis. Jadi mau tak mau beli tiket,” ungkap orang tua siswa pada awak media. 


Kegiatan yang mengatasnamakan edukasi justru menciptakan tekanan psikologis dan ekonomi bagi siswa dan keluarga. Ironisnya, semua ini dibungkus dengan narasi moral tentang “kesadaran digital” dan “anti-bullying”.


Jika benar tujuan utama adalah membangun kesadaran tentang bahaya perundungan digital, bukankah sekolah memiliki banyak cara yang lebih bermartabat?


Guru bisa memutar film edukasi gratis dari kanal pemerintah, menggelar diskusi kelas, atau mengundang narasumber literasi digital. Tak perlu tiket, tak perlu EO.


Reporter : red

×
Berita Terbaru Update