Lumajang,R-semeru.com -- Sebagai komponen utama dalam proses produksi pertanian pupuk merupakan komponen dasar yang harus ada untuk menunjang produktivitas petani, perilaku petani yang masih mengandalkan pupuk kimia bersubsidi menjadi celah yang empuk bagi permainan oknum nakal, perlu diingat antara kebutuhan subsidi pupuk dengan kemampuan pemerintah juga sangat terbatas, jadi tidak 100% pengajuan pupuk dari petani dapat dikabulkan oleh pemerintah problema inilah yang terjadi setiap tahun.
Hal ini juga dipicu dengan keluarnya peraturan menteri pertanian nomer 10/2022 yang membatasi komoditi yang dapat subsidi hanya tinggal 9 komoditi saja ini berdampak pada tanaman diluar itu tidak bisa mendapatkan pupuk subsidi.
Menurut Iskhak Ketua DPC HKTI Kabupaten Lumajang menuturkan keluhan petani akan sulitnya mendapatkan pupuk subsidi masih nyaring terdengar.
"Ini menjadi sebuah ironi padahal Kabupaten Lumajang tahun 2022 mendapatkan tambahan alokasi pupuk bersubsidi untuk jenis urea dan NPK sesuai SK Kepala Dinas ketahanan pangan dan pertanian kabupaten Lumajang nomor 188.45/874/427.44/2022 tanggal 23 September 2022 tentang realokasi kedua pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dalam wilayah kecamatan di kabupaten Lumajang,"tuturnya.
Lanjut Iskhak,terdapat penambahan alokasi subsidi untuk pupuk urea sebanyak 5.502 ton dari alokasi awal sebanyak 26.798 ton, sedangkan untuk pupuk NPK Bersubsidi ada tambahan 9.894 ton dari alokasi awal sebanyak 15.372 ton.
"Disparitas harga antara pupuk subsidi dan nonsubsidi cukup jauh jika dibandingkan bisa mencapai 3 kali lipat, inilah yang menggoda para oknum nakal mempermainkan pupuk subsidi, pengaduan akan hal ini terkendala oleh nota sebagai bukti terjadinya pelanggaran akan tetapi petani sangat sulit untuk mendapatkan nota, karena oknum kios pasti tidak akan memberikan nota, dan dalam tanda kutip petani sudah hilang kesempatan untuk melaporkan pelanggaran tersebut,"jelas Iskhak pada awak media, Rabo (8/11/2022) di kediamannya.
Pertanyaannya adalah bagaimana penyelesaian masalah ini, dibiarkan atau di cari alternatif penyelesaian terbaik.
Ishkak mengatakan bahwa peran komisi pengawas pupuk dan pestisida (KP3) menjadi harapan terakhir bagi petani untuk memperoleh keadilan akan haknya, secara fungsi KP3 wajib melakukan SIDAK dan juga bisa memberikan pelayanan kinerja kios atau pun distributor pada produsen pupuk sehingga bisa diambil sanksi sesuai aturan yang ada, jika nota jadi kendala kenapa tidak ditempuh cara dengan membuat surat pernyataan bermaterai dari petani atau poktan diketahui oleh pejabat yang berwenang jika ditemukan pelanggaran.
disi lain pengurangan angka dalam ERDKK yang merupakan perencanaan penyaluran pupuk akibat penyesuaian dengan permentan yang baru juga merupakan masalah yang berakibat makin sedikitnya ketersediaan pupuk di lapangan. Untuk itu perlu di ciptakan sistem pengamanan terhadap barang yang cuman sedikit bisa diterima petani dengan berkeadilan.
"Ada juga beberapa kasus yang di jumpai di lapangan yaitu sudah habisnya alokasi di dalam ERDKK yang ada di kios, akan tetapi secara angka SK masih ada, disinilah pengecer tidak bisa menyalurkan pupuk tersebut karena dari sisi administrasi penyaluran harus mengacu pada ERDKK yang berbasis NIK dan EKTP, hal ini harus mendapatkan solusi yang tepat dan cepat dari pihak terkait,"kata Ishkak.
Kecilnya angka ERDKK ini terjadi karena beberapa faktor, faktor utamanya adalah belum semua lahan petani yang menjadi anggota kelompok tani terdaftar dalam ERDKK, sehingga petani juga akan kebingungan mana kala pengecer pupuk subsidi menanyakan data petani tersebut untuk klarifikasi saat distribusi pupuk subsidi, hal inilah yang kadang dimanfaatkan oleh oknum pengecer nakal untuk menjual pupuk diatas HET.
"Kekuatan kelompok tani ada pada ERDKK nya, jika poktan tidak mau menyerahkan ERDKK nya pada pengecer maka pengecer tersebut tidak akan bisa menyalurkan pupuk subsidi, namun ironisnya poktan seperti pihak yang tak berdaya dan dalam tanda kutip dilemahkan kedudukannya, peran serta aktif petani untuk mendaftarkan lahannya ke BPP setempat mutlak dilakukan, karena begitu terlambat daftar maka untuk memperoleh pupuk subsidi baru di tahun berikutnya sehingga terkesan petani tersebut tidak ada daftar sebagai penerima pupuk subsidi, bahkan saat diundang untuk penyerahan kartu tani pun petani enggan hadir, akan tetapi jika butuh pupuk petani tidak mau tau aturan yang penting beli harus ada,"ujar Ketua DPC HKTI Kabupaten Lumajang.
Proses entry ERDKK yang harus konek ke server dinas kependudukan ini juga faktor tantangan selanjutnya dimana entry satu nama petani memerlukan waktu lebih dari 10 menit, karena server dari kementan harus terverifikasi data NIK nya di adminduknya, belum lagi adanya data petani yang sudah meninggal tapi di adminduk nya tidak terlapor ini juga menjadi kesulitan tersendiri bagi petugas entry yang ada di BPP kecamatan.
"Kedepannya mutlak diperlukan perubahan pola administrasi penyaluran pupuk bersubsidi yaitu dengan memberikan kewenangan pada petugas yang ada di BPP pertanian kecamatan untuk membagi dan menjadwalkan penyaluran per desa sesuai pola tanam dan tata tanam di kecamatan setempat, ini mutlak dilakukan sebagai salah satu cara pengendalian agar pupuk tepat sasaran dan juga mempermudah BPP kecamatan untuk memverifikasi dan memvalidasi dokumen penyaluran pupuk subsidi tiap bulannya, karena saat ini petugas BPP kecamatan hanya mendapatkan angka jadi dari pengecer tanpa angka pembanding yang jelas, istilahnya dalam tanda kutip petugas verval terpaksa tanda tangan dokumen penagihan pupuk subsidi tanpa ada cross chek yang memadai, padahal tanda tangan tim vervalah yang membuat subsidi tersebut bisa dibayar pemerintah pada produsen pupuk, namun tim verval tidak berani menggunakan wewenangnya karena seperti dalam dilema yaitu petaninya tidak dapat pupuk subsidi,"tutup Iskhak.
Reporter : BS - Tim