Lumajang,R-semeru.com -- Musim panen sudah terjadi di beberapa kawasan di Kabupaten Lumajang,kecenderungnnya harga gabah kering panen (GKP) akan turun itulah yang menjadi kecemasan para petani kita, ditambah dengan adanya surat edaran kepala badan pangan nasional nomer 47/TS.03.03/K/02/2023 Tanggal 20 Pebruari 2023 yang menetapkan batas bawah harga gabah GKP sebesar Rp. 4.200 dan batas atas GPK sebesar Rp. 4.550 ditingkat petani sesuai acuan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomer 24 tahun 2020, diharapkan menjamin kepastian harga gabah yang dijual petani.
Kenyataan dilapangan harga tersebut tidak bisa memenuhi apa yang diharapkan oleh para petani yang menghendaki harga jual gabah GKP nya diatas Rp. 5.000,- bukan tidak beralasan angka yang diminta para petani dengan kondisi produktivitas lahan padi rata rata 4,5 sampai 5 ton per hektar membuat petani menuntut harga jual gabah yang tinggi.
Biaya yang di keluarkan petani dari penyiapan lahan sampai masa penen tiba juga menggunakan pupuk bersubsidi rata rata Rp. 9.000.000,- per hektar ditambah biaya pasca panen sejumlah Rp. 2.500.000 per hektar sehingga total biaya per hektarnya sebesar Rp. 11.500.000 juta jika kita anggap hasil produksi gabah GKP per hektar 4.500 Kg dengan asumsi harga Rp. 4.200 berarti sejumlah Rp. 18.900.000 jadi selisih hanya 7.400.000, jika angka tersebut dibagi 4 bulan maka pendapatan petani sangat jauh dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Lumajang.
Ini menjadi sebuah ironi disebuah Kabupaten yang 65% penduduknya adalah petani, pendapatan diatas akan menurun jika petani menggunakan pupuk non subsidi.
Dikonfirmasi media ini, Iskhak Subagio memaparkan sebuah data
"Bahwa lahan pertanian kita memang sedang tidak baik baik saja, kandungan bahan organik tanah kita rata rata tinggal 1,5 % dari baku minimal 5% dan keasaman tanah kita rata 3 - 3,5 dari normal 7, kalau kondisi ini dibiarkan maka produktifitas lahan pertanian akan turun dan petani makin terpuruk,"ungkap Iskhak Subagio pada awak media di Kantor HKTI,Jum'at(10/3/2023).
"Terobosan utama yang perlu segera dilakukan adalah menggalakkan pemakaian pupuk berbahan organik untuk pembenah tanah, dan pastinya harus di berikan reward pada petani yang aktif bertani berbasis ramah lingkungan tersebut, ini mutlak dilakukan sebagai intervensi pemerintah terhadap sektor pertanian, tetapi kembali lagi karena sektor pertanian bukan urusan wajib maka anggaran yang di siapkan relatif kecil inilah pemicu kenapa program aksi pemupukan organik dan benih unggul bersertifikat (SIGARPUN BULAT) tidak maksimal penerapannya,"lanjutnya.
"Makanya kami HKTI sangat getol mengawal petani untuk berusaha tani yang berbasis ramah lingkungan dengan aplikasi berbagi jenis pupuk organik output yang akan kami capai adalah kemandirian petani di pupuk.
Selain itu kami tetap mengawal distribusi pupuk subsidi ini agar sesuai dengan ketentuan, faktor utamanya yaitu pendapatan petani yang meningkat karena jika pupuk subsidi di selewengkan berati kita mendzolimi petani yang sudah sudah tidak tentu nasibnya,"pungkasnya.
Reporter : bas/ tim