Suranaya,R-Semeru.com – Sabtu (17/5/2025) siang, Aula Sumarto Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga tak sekadar menjadi ruang diskusi—ia menjelma menjadi panggung pembebasan ide dan keberanian bersuara. Dalam atmosfer yang hangat namun penuh energi, sekitar 50 mahasiswa dari berbagai kampus—dari Unair hingga UWKS dan UPN Veteran Jatim—ikut ambil bagian dalam talk show bertajuk “Berani Beropini: Membangun Kepercayaan Diri dalam Berpendapat.”
Acara ini merupakan bagian dari program Rubik (Rumpi Bareng Isu Kekinian), sebuah inisiatif dari KASTRAT BEM FKM Unair yang lahir dari semangat membangun budaya berpikir kritis dan ekspresif di kalangan mahasiswa.
Hadir sebagai narasumber adalah dua figur yang tak asing dalam dunia opini publik: Laura Navika Yamani, dosen FKM Unair yang dikenal sebagai penulis aktif di berbagai media dan pembicara di forum nasional hingga internasional; serta Bustomi Menggugat, jurnalis dan motivator yang selama ini dikenal vokal dan membumi dalam menyuarakan kebenaran.
Dipandu oleh Aliyya Azra, Duta Favorit FKM Unair, sesi ini tidak hanya menyulut semangat, tapi juga memberi ruang aktualisasi bagi para peserta. Tanya jawab berlangsung lincah. Dialog berkembang bukan sekadar formalitas, tetapi sebagai bentuk nyata dari keberanian menyampaikan pendapat.
Dalam pemaparannya, Laura menyampaikan pesan yang menggugah:
“Setiap suara itu penting. Setiap perspektif itu berharga. Jangan menunggu panggung besar untuk mulai bersuara. Panggung itu bisa kita ciptakan sendiri—dari ruang diskusi kecil, dari catatan harian, hingga unggahan bijak di media sosial. Dari situlah keberanian tumbuh.”
Menurutnya, keberanian beropini bukan bawaan lahir, melainkan hasil dari proses pengakuan diri dan latihan yang konsisten.
Bustomi menambahkan lapisan penting lainnya: literasi dan empati.
“Opini itu bukan teriakan kosong. Ia harus lahir dari pemahaman dan disampaikan dengan tanggung jawab. Jangan hanya ingin didengar, tapi latihlah diri untuk juga mau mendengar,” ujarnya penuh semangat.
Ia menegaskan bahwa kekuatan opini tidak hanya terletak pada fakta dan data, tetapi juga pada keberanian untuk tetap manusiawi.
“Opini sejati bukan untuk memaksa orang sepakat, tapi untuk mengajak berpikir. Justru saat kita terbuka terhadap perbedaan, kita sedang mengasah intelektualitas dan kematangan diri,” tandasnya.
Kedua narasumber sepakat: ketakutan terbesar dalam beropini sering kali bersumber dari dalam diri—rasa minder, takut salah, trauma dibungkam. Namun justru dari ruang rapuh itulah, kekuatan bisa lahir.
“Berani terbuka adalah langkah pertama menuju pertumbuhan. Jangan takut salah, karena dari kesalahan kita belajar jadi lebih tajam dan matang,” kata Laura, yang juga membagikan kisah pribadinya saat pertama kali menulis opini dan menghadapi kritik publik.
Sesi ini pun diperkaya dengan tips praktis: mulai dari pentingnya membaca, memahami konteks, hingga teknik menulis opini yang efektif.
“Kalau ingin opini kita punya daya dobrak, jangan cuma kuat di niat. Harus kuat juga di data dan aksi. Jangan kebanyakan teori, tapi praktik! Segera ambil langkah,” tegas Bustomi.
Acara ditutup dengan sesi refleksi. Para peserta tampak antusias dan termotivasi. Moderator Aliyya menegaskan kembali pesan utama yang menggetarkan bahwa, "keberanian beropini bukan sekadar bicara keras, tapi tentang melatih konsistensi berpikir, membaca, dan tidak takut terhadap kritik. Keberanian ini adalah modal kita membentuk masa depan.”
Program Rubik tak berhenti di sini. Sebagai tindak lanjut, KASTRAT BEM FKM Unair meluncurkan SAMPINI (Sampaikan Opini), sebuah kompetisi menulis opini yang terbuka bagi seluruh peserta. Pemenangnya akan diumumkan akhir Mei 2025.
Dalam dunia yang sering gaduh oleh opini tanpa makna, program ini hadir sebagai cahaya: menyalakan keberanian, merawat nalar, dan mendorong mahasiswa menjadi agen perubahan yang bersuara dengan nurani dan tanggung jawab.
Reporter : sujak & tim