Probolinggo,R-Semeru.com – RSUD Tongas membuktikan diri bukan hanya sebagai rumah sakit, tetapi juga sebagai rumah solusi bagi masyarakat. Dalam langkah berani dan cepat, pihak manajemen melakukan analisis pengaduan berbasis survei yang melibatkan lima ribu responden warga Tongas dan sekitarnya. Kamis, 14/08/2025.
Ada yang berbeda di RSUD Tongas. Bukan pasien yang membludak, tapi keluhan yang mengalir deras — 5.000 suara warga membanjiri survei pengaduan. Dari IGD yang dinilai lamban, fasilitas yang perlu perbaikan, hingga pelayanan yang kadang kurang ramah.
Alih-alih marah atau defensif, rumah sakit ini memilih jalur tak biasa: membuka semua data, membedah masalah di depan umum, lalu berjanji melakukan operasi besar-besaran terhadap layanannya.
Di ruang lokakarya yang dihadiri 50 peserta, mulai dari kader kesehatan, kader PKK, unsur ORMAS termasuk Ketua MWCNU Tongas, hingga perwakilan Polsek dan Koramil, Gus Hamim Wajdi, S.T., M.M. tampil sebagai narasumber tunggal yang memimpin “operasi” pembenahan ini. Dengan gaya tegas, ia menyampaikan pesan menusuk:
“Keluhan masyarakat itu ibarat detak jantung sebuah pelayanan. Kalau kita bisa mendengarnya dengan benar, kita tahu di mana sakitnya dan bagaimana menyembuhkannya,” tegas Gus Hamim di hadapan peserta lokakarya yang terdiri dari jajaran direksi, tenaga medis, dan staf pendukung RSUD Tongas.
Metode survei masif ini tidak sekadar formalitas. Setiap data pengaduan diurai, dipetakan, lalu dijadikan dasar Rencana Tindak Perbaikan (RTP) untuk tahun 2025. Hasilnya akan menjadi peta jalan pembenahan, mulai dari kecepatan layanan IGD, kenyamanan ruang rawat, transparansi administrasi, hingga keramahan tenaga kesehatan.
Menariknya, Gus Hamim mengajak seluruh peserta (Stik holder RSUD Tongas) termasuk peserta dari Puskesmas Gili ketapang dan dari unsur untuk melihat pengaduan bukan sebagai “serangan” tetapi sebagai amunisi perubahan. “Kritik itu bahan bakar, bukan bara api. Kalau kita olah dengan benar, ia akan menggerakkan mesin pelayanan jauh lebih cepat,” ujarnya.
Di ruang lokakarya, Gus Hamim Wajdi, S.T., M.M. yang memimpin “operasi” ini. Dengan gaya tegas, ia menyampaikan pesan menusuk:
> “Kritik itu bukan peluru untuk menjatuhkan, tapi sinyal darurat yang harus kita tangani cepat. Kalau kita menutup telinga, sama saja kita membiarkan pasien kita sekarat,” tungkasnya.
Analisis hasil survei ini tidak main-main. Setiap keluhan dipetakan, setiap saran dicatat, dan semuanya dijahit menjadi Rencana Tindak Perbaikan (RTP) 2025 yang akan mengubah wajah RSUD Tongas.
Langkah berani ini membuat publik bertanya-tanya: apakah RSUD Tongas akan berhasil mengubah kritik menjadi apresiasi, atau justru terjebak di ruang tunggu perbaikan tanpa ujung?
Lokakarya ditutup oleh Plt. Direktur RSUD Tongas, yang sekaligus Penandatanganan lokakarya hasil pelayanan pengaduan berdasarkan survey 5000 responden masyarakat. Tepuk tangan riuh menutup acara, namun gema pesan Gus Hamim masih tertinggal di telinga semua yang hadir: kritik adalah bahan bakar perubahan, dan mesin RSUD Tongas kini sudah dinyalakan.
Reporter : SS