-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

LP-KPK Lumajang, Soroti Kasus Dugaan Jual Beli Seragam Sekolah dan Pungli Berkedok Agustusan di SMPN 1 Randuagung ​

Saturday, 23 August 2025 | 12:03 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-23T13:55:52Z
 foto : KS SMPN 1 Randuagung Okto Herry                          Mulyono.


Lumajang,R-Semeru.com – Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan ( LP-KPK ) Kabupaten Lumajang menyoroti kasus dugaan jual beli seragam sekolah dan pungli berkedok perayaan HUT ke-80 RI di SMPN 1 Randuagung, Lumajang, Jawa-Timur.


Kebijakan pembelian seragam sekolah dan penarikan iuran kegiatan perayaan dalam rangkah HUT ke-80 RI di SMPN 1 Randuagung, LSM LP-KPK Kabupaten Lumajang sangat menyayangkan hal tersebut masih terjadi setiap tahun ajaran baru dan di moment HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.


Kepala Sekolah SMPN 1 Randuagung Okto Herry Mulyono mengakui mengkoordinir penjualan seragam di koperasi siswa, untuk siswa laki-laki Rp 730.000, untuk siswi perempuan Rp 900.000.


Ia, juga mengakui pada awak media bahwa komite sekolah yang melakukan penarikan iuran sebesar Rp 150.000 per siswa untuk kegiatan peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 80, dan juga mengakui mengarahkan wali murid untuk membeli seragam di koperasi siswa/sekolah. Namun, ia membantah adanya unsur paksaan. 

"Saya hanya mengkoordinir saja, tidak ada paksaan. Kalau mau beli silakan, kalau tidak ya tidak apa-apa," jelas Okto pada wartawan, Kamis ( 21-08-2025 ), di kantornya.


Okto menambahkan bahwa niatnya hanya untuk membantu memudahkan wali murid dalam mendapatkan kain seragam. 


Okto Herry Mulyono pun mengakui bahwa langkah yang diambilnya tersebut melanggar Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 dan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022.

“Dan saya akui itu salah, cuma niat saya hanya ingin membantu saja,” kata Okto kalem, seolah-olah kebijakannya tidak melanggar aturan.


Namun persoalan tidak berhenti di sini, Ketua Komite Sekolah, diketahui menarik iuran untuk kegiatan Agustusan sebesar Rp 150.000 per siswa. Praktik ini langsung mendapat perhatian publik, mengingat aturan penggunaan iuran sekolah selama ini menjadi hal yang sensitif dan kerap dipersoalkan.


Okto juga membenarkan adanya penarikan sumbangan tersebut.


​Menanggapi hal tersebut, Dodik Suprayitno Ketua LSM LP-KPK Kabupaten Lumajang, menyayangkan praktik jual beli seragam yang terjadi di SMPN 1 Randuagung. 


Menurutnya, tindakan kepala sekolah yang mengkoordinir penjualan seragam di koperasi merupakan pelanggaran terhadap peraturan yang melarang sekolah untuk berbisnis. Begitu pula dengan penarikan iuran, komite sekolah yang harusnya bersifat sukarela, bukan wajib.


Berdasarkan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah, sekolah tidak boleh mewajibkan peserta didik membeli seragam dari sekolah, koperasi sekolah, atau tempat tertentu.


"Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 juga menegaskan : pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua, bukan kewajiban sekolah," Jelas Dodik. 


Dodik juga mengatakan dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan, sekolah negeri dilarang melakukan pungutan yang membebani orang tua/wali, termasuk jual beli seragam dengan kewajiban membeli di koperasi sekolah.


"Jika kepala sekolah menyuruh koperasi menjual seragam dan murid diwajibkan membeli di sana, maka perbuatan itu termasuk pungutan liar (pungli)," terang  Dodik. 


Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pada Pasal 12 ditegaskan bahwa komite sekolah dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik maupun orang tua/wali murid.


"Permendikbud tersebut hanya memperbolehkan komite sekolah melakukan penggalangan dana dalam bentuk sumbangan sukarela atau bantuan pihak ketiga, bukan pungutan wajib," tegas Dodik. 


Perbedaan antara sumbangan dan pungutan pun sangat jelas:


* Sumbangan bersifat sukarela, tidak wajib, besaran rupiah tidak ditentukan, dan tidak ada batas waktu pembayaran.


* Pungutan sebaliknya, besaran rupiah ditentukan, berlaku untuk semua siswa, ada batas waktu pelunasan, serta bersifat wajib.


"Dengan adanya keputusan komite SMPN 1 Randuagung menarik dana sebesar Rp.150 ribu per siswa, praktik tersebut masuk kategori pungutan, bukan sumbangan, sehingga bertentangan dengan aturan yang berlaku," tungkas Ketua LP-KPK Kabupaten Lumajang. 


Kasus ini menambah daftar panjang dugaan pungutan liar di lingkungan pendidikan di Lumajang. Publik kini menanti langkah tegas dari Dinas Pendidikan maupun aparat penegak hukum untuk mengusut persoalan ini, agar praktik serupa tidak terus membebani orang tua siswa.


Reporter : bas & tim

×
Berita Terbaru Update