-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

AREK SUROBOYO YANG MENJADI WAPRES : KISAH HEROIK TRY SUTRISNO, TOBANG KECIL YANG MENJELMA JENDERAL

Wednesday, 19 November 2025 | 10:39 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-19T03:39:53Z

 


R_SEMERU.COM I SURABAYA -- Kisah hidup Try Sutrisno adalah perjalanan panjang seorang bocah Surabaya yang ditempa oleh revolusi, ditempa oleh api pertempuran, dan tumbuh menjadi salah satu tokoh militer paling berpengaruh di Republik ini. Cerita tentangnya bukan hanya kisah tentang pangkat dan jabatan, tetapi juga tentang keberanian, keteguhan, dan jiwa pengabdian sejak usia belia.


DARI GENTENG BANDAR LOR, AREK CAK SU MENYAKSIKAN SEJARAH BESAR


Sebelum Indonesia merdeka, ayahnya, Soebandi, bekerja sebagai sopir ambulans di Surabaya pekerjaan yang membuatnya makin sibuk ketika perang pecah. Try kecil, yang baru berumur hampir 10 tahun, tinggal di kawasan Genteng Bandar Lor, tepat di belakang Hotel Yamato, lokasi bersejarah di mana bendera Belanda dirobek warna birunya.


Ia tidak sekadar menjadi penonton. Dengan polos namun penuh keberanian, ia ikut memecahkan kaca-kaca hotel bersama para pemuda yang berjuang mempertahankan kehormatan bangsa. Dunia kecil Cak Su berubah seketika menjadi arena revolusi.


PERANG MEMAKSA, TAPI TAK MEMADAMKAN TEKAD


Ketika Pertempuran 10 November mengguncang Surabaya, keluarga Try harus mengungsi hingga ke Purwosari, Kediri, dan Jombang. Sekolah terhenti total. Selama tiga tahun (1945–1948) ia tak mengenyam pendidikan formal. Namun perang justru menyalakan keinginannya untuk menjadi tentara.


Ia mencoba mendaftar, namun ditolak berkali-kali karena tubuhnya masih kecil.


Tetap saja, ia tidak menyerah.


TRY KECIL MENJADI TOBANG: PRAJURIT KECIL PENUH NYALI


Untuk tetap berada dalam lingkar perjuangan, Try kecil menjadi tobang, yaitu pesuruh tentara. Tugasnya sederhana namun melelahkan: membersihkan perlengkapan perang, menyiapkan makanan, hingga membelikan rokok untuk para prajurit.


Namun keberaniannya melebihi tugas itu.


Ia sering dikirim sebagai kurir rahasia, membawa dokumen penting atau obat-obatan melewati garis penjagaan Belanda. Perjalanannya tidak main-main: dari Kediri menuju Surabaya, sebagian ditempuh dengan berjalan kaki. Nyawa taruhannya.


Inilah masa-masa yang membentuk mental baja seorang Cak Su.


SEKOLAH TERTUNDA, PRESTASI TETAP GEMILANG


Setelah perang usai akhir 1949, Try kembali bersekolah. Ia masuk SMP ketika hampir 15 tahun, dan baru lulus SMA ketika hampir 21 tahun. Meski tertinggal usia, ia justru unggul di banyak hal.


Ia dikenal kawan-kawannya sebagai “Cak Su”:

– jago olahraga bola, voli, dan bulutangkis

– piawai angkat besi

– dikenal sebagai cowok idola Surabaya tahun 1950-an

– bahkan gadis Yogyakarta pun kepincut padanya


Remajanya penuh energi dan daya tarik, tanda-tanda kepemimpinan yang kelak tumbuh besar.


KEMBALI MENJAWAB PANGGILAN NEGARA


Tahun 1956, jiwanya kembali pada dunia yang pernah digenggamnya sejak kecil—militer. Ia masuk Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) di Bandung dan resmi menjadi perwira pada 1959.


Setelah itu kariernya melesat:


Ajudan Presiden Soeharto (1974–1978)


Pangdam Jaya


Wakasad


Panglima ABRI (1988–1993)


Wakil Presiden Republik Indonesia (1993–1998)


Seorang tobang kecil yang dulu membeli rokok untuk tentara kini berdiri di puncak kekuasaan militer Indonesia.


AREK SUROBOYO YANG TETAP RENDAH HATI


Kini di usia senjanya, kesehatan Try Sutrisno sempat menurun, namun membaik setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto. Ia tetap dikenang sebagai Arek Suroboyo yang pantang menyerah sejak kecil, dan menjadi salah satu putra terbaik bangsa yang tumbuh dari debu revolusi.


Kisahnya adalah pengingat bahwa kepahlawanan tidak selalu lahir dari pangkat besar kadang dimulai dari langkah kecil seorang bocah yang tidak takut menghadapi desingan peluru.


Sumber : historia.id

×
Berita Terbaru Update