Lumajang,r--semeru.com// Paska sidak dinas terkait dengan Forkompimka Rowokangkung tentang pengelolaan kulit sapi ilegal di Desa Sumberanyar, menurut masyarakat setempat pihak pengelola tidak mengindahkan tidak takut. Siang disidak yang hasilnya harus tutup sementara, malah malamnya datang satu truk bahan baku kulit. Masyarakat bertambah resah walaupun hanya uneg-uneg yang ditahan.
Dalam sidak DLH mendapat temuan bahwa pengelolaan kulit sapi di dusun Seramba'an,Desa Sumberanyar, kecamatan Rowokangkung, bahwa limbah hasil pengelolaan kulit mencemari sungai Bondoyudo,padahal aktifitas masyarakat sehari- hari memanfaatkan sungai tersebut.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serius menyoroti masalah ini,dibuktikan dengan melakukan sidak di lokasi tersebut.DLH temukan banyak pelanggaran dari efek yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.Bahkan pihak pengelola kulit tersebut ternyata usaha pengelolaannya tidak lengkap ijin usahanya dan lain-lainnya.
DLH memerintahkan usaha tersebut untuk segera ditutup sementara dan DLH menyarankan agar pengusaha pengelolaan kulit dimaksut agar secepatnya mengurusi pengurusan ijin-ijin terkait usaha yang di geluti.
Bahkan bukan hanya DLH, tetapi warga Desa Sumberanyar,dan warga desa Tekung kecamatan Tekung yang berdomisili di Dusun Magersari seberang tempat pengelolaan kulit sapi tersebut juga komplain terhadap Perusahan Kulit yang limbahnya menyebar kemana- mana.
Menurut keterangan Manaf"pengelolaan kulit sapi tersebut selain limbahnya mencemari sungai juga menimbulkan bau tak sedap dan sangat mengganggu kesehatan warga yang memanfaatkan aliran sungai tersebut,"terangnya.
"Walaupun pengelolaan kulit itu sudah bertahun- tahun beroperasi,walaupun sebenarnya warga ingin menyampaikan keluhan terkait dampak yang ditimbulkan,namun warga tidak berani menyampaikan,"imbuhnya.
"Iya pak baunya menyengat, itu sudah lama dan sangat mengganggu sekali, cuma warga tidak berani protes. Kalau sekarang kompak ya bagus itu. Kita memang setiap hari raya itu warga sini diberi uang seratus ribuan, tapi kita mohon ditutup saja," kata mbak Nur warga pinggir sungai.
Hal senada dikatakan Amiri warga Dusun Magersari, desa Tekung saat dikonfirmasi awak media ini ia menyampaikan" bau yang ditimbulkan dari pengelolaan kulit sapi tersebut sangat mengganggu,lebih bau dari bau bangkai mas, syukur kalau semua warga kompak, kami juga mendukung,"ujar Amiri.
Beberapa warga yang lain juga mengungkapkan hal serupa, limbah yang dibuang ke sungai membuat warga tidak bisa mandi dan mencuci pakaian, karena kata warga, aliran sungai kotor berminyak banyak lemak (gajih) dan gatal- gatal kalau warga mandi di sungai tersebut.
Sementara itu Rokhim korwil Pengairan Yosowilangun-Tekung ketika dikonfirmasi dikantornya, mengaku tidak tahu kalau ada aktifitas pengelolaan kulit sapi yang sudah berjalan sekitar 8 tahun itu. Karena dia baru setahun ditempatkan di Korwil Yosowilangun-Tekung. Namun selama dia bertugas disana, sudah sering menegur pihak pengolahan kulit sapi tersebut.
Rokhim sudah sering mengingatkan kepada pemilik usaha pengelolaan kulit sapi tersebut.
Kewenangan sungai Bondoyudo juga wewenangnya PU Pengairan Propinsi dan PU Pengairan Kabupaten.
"Pengelolaan kulit sapi itu sering saya ingatkan terkait izinnya juga supaya cepat diurusi,yang penting masyarakat tidak ada permasalahan.Cuma masalah airnya tidak ada permasalahan,di warga ya ndak apa-apa setiap hari dibuat mandi dibuat nyuci, tidak berbau kok, ke pertanian juga ndak bermasalah,"jelas Rokhim,senin (12/8/2020).
Rokhim menjelaskan kalau membuang limbah kulit sapi ke sungai itu tidak apa-apa.
"Kalau terlalu banyak ya berbahaya, dia juga membenarkan kalau pengelolaan kulit sapi tersebut memang membuang limbahnya ke sungai,"jelas Rokhim.
"Kita mengijinkan masalah tempatnya, kalau terkait pembuangannya ya ke DLH. Tempat pengelolaan kulit sapi tersebut tidak dipungut uang sewa," pungkas Rokhim.(bs).