Lumajang,R-Semeru.com -- Landasan Kebebasan Pers di Indonesia, menurut John C. Nerone, kebebasan pers (freedom of the press) merupakan kebebasan berkomunikasi dan berkekspresi melalui media massa.
Cikal bakal kebebasan pers diawali dengan diakuinya hak-hak serta kebebasan beropini dan berekspresi, salah satunya yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Rights (“UDHR”).
Adapun ketentuan terkait kebebasan beropini dan berekspresi tercantum dalam Pasal 19 UDHR.
Disarikan dari laman Kementerian Luar Negeri yang berjudul Indonesia dan Hak Asasi Manusia, Indonesia memiliki UU HAM sebagai bentuk tanggung jawab moral sebagai anggota PBB dalam penghormatan dan pelaksanaan UDHR serta berbagai instrumen HAM lainnya mengenai HAM yang telah diterima Indonesia.
Adapun jaminan kebebasan pers di Indonesia merupakan bentuk pelaksanaan UUD 1945 Pasal 28 telah mengatur kebebasan berserikat dan berkumpul dengan bunyi selengkapnya sebagai berikut :
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Lebih lanjut, setelah amandemen muncul Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945 memuat bunyi yang dapat menjadi landasan kebebasan pers di Indonesia sebagai berikut :
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F UUD 1945
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Perlu diketahui, undang-undang yang menjamin kebebasan pers di Indonesia lahir pada masa Presiden B.J. Habibie. Adapun landasan kebebasan pers di Indonesia ditegaskan kembali dengan lahirnya UU 40/1999 dengan pertimbangan-pertimbangan pembentukan sebagai berikut :
Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pers nasional adalah wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dari pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.
Pers nasional berperan menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kemerdekaan pers atau kebebasan pers diartikan dalam Pasal 2 UU 40/1999 yang dengan jelas menyebutkan :
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Hak Tolak, Hak Jawab, dan Hak Koreksi
Setelah memahami apa landasan kebebasan pers di Indonesia, patut di catat pula beberapa hak yang dikenal dalam UU 40/1999 dan mencerminkan contoh kebebasan pers di Indonesia sebagai berikut :
Hak Tolak
Wartawan mempunyai hak tolak dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum. Hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
Hak Jawab
Pers wajib melayani hak jawab, yang mana hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Hak Koreksi
Pers wajib melayani hak koreksi, yang mana hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Di lain sisi, terdapat kewajiban koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
Terakhir, hal yang perlu di ketahui juga, pers nasional wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Reporter : red